Percaya

Apa sih definisi percaya ?
Kapan terakhir kali Lo percaya sama sesuatu yang lo yakini ?
Pernahkah Lo gak percaya sama diri sendiri ?

Banyak orang yang hidupnya serba kesulitan, putus asa, bahkan merasa sudah diujung tanduk. Tapi berkat kata "percaya", mereka bisa merubah hidupnya 180 derajat.

Memang, sesulit apapun yang kita jalani, rasa percaya pada diri kita tidak boleh hilang. Karena rasa percaya itu yang bikin kita jadi manusia kuat.

Dalam kehidupan akan selalu ada up & down. Ketika kita diatas, kita percaya bahwa ini tidak akan selamanya, sehingga tidak boleh sombong dan senang berlebihan. Begitupun ketika dibawah, kita percaya semua akan kembali baik-baik saja. Karena apapun masalah yang Lo hadapi, kita percaya itu memang sudah jalanNya.

Dan salah satu ciri orang beriman adalah, percaya bahwa semua masalah pasti akan selesai, dan akan datang hadiah yang terbaik dari ujian itu. Karena Al Qur'an sudah berjanji,

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." ( Q.S Al Baqarah : 286 )

"Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan." (Q.S Al Insyirah : 6 )

~~~~~~~~~

"Percaya", satu kata yang simpel tapi gak gampang dilakuin.

Ngomongin "percaya", gue punya pengalaman.

Gue adalah orang yang minim pengalaman di dunia percintaan. Dari SD sampai SMA, gue cuma suka sama 1 orang, dan itu terjadi di masa SD. Iya, gak normal emang, disaat anak SD lainnya pada suka ngejaga benteng pas lagi main benteng-bentengan, gue malah udah kepengen ngejaga hati orang.

Setelah SD, gue udah gak suka sama siapa-siapa lagi. Pacaran ? Disaat temen gue berlomba-lomba buat nyari pacar, gue malah sama sekali gak tertarik buat pacaran.

Bahkan ketika tau ada cewek yang naksir gue di kelas, dan satu kelas udah narik-narik gue buat ngerespon dia, tapi gue tetep nganggap gak ada apa-apa.

Puncaknya, ketika memasuki kelas 9, ketika menghitung hari menjelang Ujian Nasional. Gue sebagai anak yang kurang pede dengan nilai, memilih untuk ikut bimbel yang berlokasi di Deket rumah.

Ketika lagi fokus buat Ujian Nasional, ada aja cewek di bimbel itu yang naksir gue. Tiap hari ngechat, 

"udah makan belum?"
"Bangun tiduuurrr"
"Jangan lupa salat"

Dan chat receh lainnya khas bocah SMP.

Bahkan guru les pun sampai bilang ke gue langsung, karena dia gak berani ngomong. Tapi Gue yang apatis tentang cinta, memilih tetap menganggap hal itu biasa aja.

Ya, sebegitu nya gue apatis tentang cinta di masa remaja.

Tapi semua berubah ketika memasuki masa perkuliahan~~

Gue yang murni niat mencari ilmu di kampus, tiba-tiba bisa ngerasa suka sama seseorang yang pertama kali dilihatnya. Ya, orang tuna asmara kayak gue, kala itu sudah jatuh cinta di pandangan pertama.

Berkat berada di satu kelompok pada suatu mata kuliah, gue bisa ngobrol dan mencoba mendekat.

Semakin sering gue ngobrol, semakin banyak yang gue tau, membuat gue semakin kagum sama sifatnya. Dan sejak hari itu, gue pilih dia.

Gue pilih dia sebagai wanita yang akan gue bahagiakan.

Sialnya, rencana emang gak selalu berjalan mulus.

Bukannya milikin dia, gue malah harus ngebatin karena harus liat dia sama cowok lain.

Tapi meskipun begitu, gue memilih buat gak menyerah. Gue masih percaya, dia adalah cewek yang pantas diperjuangkan dan gue bahagiakan.

Ya, gue memilih buat menunggu, meskipun gak pasti.

Di tengah penantian, gue gak diem aja. Gue juga berdoa di sepertiga malam,

"Jika dia jodohku, maka dekatkanlah. Namun jika bukan, tolong berikanlah aku rasa yang sama untuk cewek lain diluar sana"

Setelah itu...

Setahun...
Dua tahun...
Tiga tahun...

Tujuh tahun...

Gue merasa tidak ada perkembangan dalam penantian gue.

Rasa "percaya" itu perlahan mulai luntur. Sebagai manusia biasa, gue sempat lelah percaya.

"Baiklah, dia bukan jodoh gue."

~~~~~~~~~~~

Bahkan ketika hilangnya rasa percaya itu, gue didekatkan dengan satu wanita yang kebetulan satu kantor dan junior di kampus.

Entah kenapa gue dan dia mulai semakin dekat. Mulai sering jalan bareng. Saling menceritakan hal pribadi. Tiap hari WhatsApp-an, telponan juga.

Dia bilang,

"Aku memilih lelaki yang agama nya bagus. Yang siap menikahi, dan bukan memacari."

Dan kala itu, gue gak mau kehilangan dia. Tapi disisi lain gue belum siap menikah.

Ketidaksiapan itu, melahirkan sakit hati.

2 bulan kemudian, gue dapat kabar kalau dia sudah menikah. Padahal selama ini masih chattingan, tapi dia menyembunyikan rapat-rapat pernikahan itu.

Rupanya dia sudah dijodohkan dengan teman ayahnya, yang merupakan anak ustadz.

Kini gue paham tangisan tiap malam H-7 sebelum pernikahan. Dia bilang karena masalah kuliah, ternyata bukan.

Tapi tetap dia salah, gak seharusnya hal sebesar itu dirahasiakan rapat-rapat. Bukannya menjaga hati, itu malah kebohongan terbesar yang bikin gue merasa bodoh.

Setelah tau hal itu, gue hapus semua history chat, call, dan seluruh foto-foto dia yang numpang di gallery hp.

Gue kapok. Gue lebih mendekat ke Allah SWT. Dalam kondisi itu, gue butuh ketenangan jiwa. 

Gue gak tau, apakah kelak gue bisa bertemu wanita yang ketika gue melihatnya, gue bisa langsung bertekad,

"Dia lah orang yang akan gue bahagiakan"

~~~~~~~~

Beberapa bulan berlalu...
Patah hati itu sudah hilang. Yang lalu biarlah berlalu, biar semua jadi pelajaran. Gue sudah bisa mengikhlaskan.

Awal 2021,
Gue lihat kabar bahwa cewek yang gue suka di masa kuliah, sedang kesulitan untuk merawat ayahnya yang terinfeksi Covid-19.

Gak bermaksud apa-apa, gue cuma gak tega ngeliat dia berjuang sendiri. Akhirnya gue memberi bantuan sedikit dari jauh, dengan mencari donor darah dan mencari info ke Rumah Sakit terkait alur permintaan darah untuk pasien Covid-19.

Bulan Maret, dikabarkan ayahnya meninggal.

Mendengar itu gue menyesal, kenapa saat itu gue cuma bantuin dari jauh ? Kenapa gak langsung bantu di tempat, urus semua keperluan ayahnya ? Jangan dia doang dong harusnya.

Ya, meskipun gue sudah tidak lagi berharap, tapi hati gak bisa bohong, rasa sayang itu masih ada. Gue gak bisa ngeliat dia sedih.

Mei 2021,
Dia ngechat gue. Kini minta bantuan untuk kakaknya yang sedang sakit kanker darah atau leukimia.

Saat itu dia lagi nyari goldar 0, dan Alhamdulillah goldar gue cocok dengan yang dia butuhkan.

Tanpa pikir panjang dan gak mau menyesal untuk kedua kalinya, gue bela-belain dari kantor langsung menuju Rumah Sakit untuk donor darah.

Gue gak tau hal itu bakal berhasil atau enggak, karena yang ada dipikiran gue saat itu cuma satu, gue gak mau liat dia sedih lagi.

Semalam itu, untuk pertama kalinya, gue banyak menghabiskan waktu berdua sama dia.

Tapi perasaan gue masih sama. Gue masih membentengi diri untuk tidak berharap lebih. Malam itu, gue hanya sekedar membantu.

Pertengahan Mei 2021,
Kakaknya berpulang.

Gue makin gak tega. Rasa empati gue memuncak. Yang ada di pikiran gue berubah menjadi,

"Di kondisi kayak gini, pasti dia lagi butuh support. Pokoknya ketika dia sedih, gue harus selalu ada."

Padahal gue bukan siapa-siapa nya.

Namun di akhir Mei, dia mulai terbuka sama gue.

Hal yang banyak gue gak sangka, dia bisa sebegitu frontalnya sama gue.

Orang yang dulu gue suka, kini membicarakan tentang keseriusan hubungan, bahkan pernikahan.

Entah apa skenario Allah SWT. Kejadian demi kejadian kemarin, membawa gue untuk kembali mendekat dengan cewek itu.

Gue ingat, ini pasti buah dari doa dan rasa "percaya" gue.

Ketika kita berharap dan menaruh rasa "percaya" pada harapan itu. InsyaAllah semua akan indah pada waktunya.

Kini pun, gue dan dia semakin dekat. Kita sudah saling berkomitmen untuk menjaga hati satu sama lain.

Sebagai calon pemimpin, gue juga sedang menyiapkan banyak sesuatu untuk menjadikan hubungan ini menjadi hubungan yang sah di mata agama.


Gue gak mau kehilangan dia, untuk kedua kalinya.

Rasa "percaya" yang dulu sempat hilang, kini perlahan muncul lagi.

Kini, Alhamdulillah aku kembali percaya,
Bahkan sangat percaya,

Memang kamulah yang harus aku bahagiakan.

Comments